Sabtu, 29 Februari 2020

Waqaf & Ibtida'


IBTIDA HAQIQI DAN QATHA'

Dalam Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Quran, Al-Imam An-Nawawi menekankan pentingnya memulai bacaan Al-Quran di tengah surat atau apabila kita ingin mengakhirinya sebelum akhir surat.

Ibtida haqiqi (memulai bacaan Al-Quran), baik di permulaan tilawah atau di dua rakaat pertama setelah membaca Al-Fatihah (menurut madzhab Syafii, sedangkan menurut sebagian madzhab yang lain hanya di rakaat pertama saja), mesti dimulai dari awal ayat dan awal kalam / tema. Patokannya bukan awal juz, awal hizb, apalagi awal halaman.

Tidak boleh kita memulainya sekadar di awal ayat yang bukan awal tema, atau sekadar awal tema yany bukan awal ayat. Jadi, sekali lagi, bahwa ibtida haqiqi mesti dimulai dari awal yang awal tema atau awal tema yang awal ayat, walaupun bukan awal surat. Namun, sebaik-baik ibtida haqiqi adalah di awal surat, karena setiap awal surat pasti selalu awal tema.

Adapun waqaf dengan niat qatha (mengakhiri bacaan), baik di dalam shalat sebelum ruku' atau di luar shalat, mesti dilakukan di akhir tema dan sekaligus di akhir ayat (waqaf taam/ yang kalamnya telah sempurna), atau akhir ayat yang sekaligus akhir tema. Dan sebaik-baik qatha (mengakhiri bacaan) adalah di setiap akhir surat, karena akhir setiap surat adalah waqaf taam secara mutlak.

Jadi, patokan qatha bukanlah akhir juz, akhir hizb, akhir rubu', apalagi akhir halaman (pojok kiri bawah). Ini mesti diperhatikan agar Al-Quran yang dibaca bisa ditadabburi maknanya secara sempurna.

Dalam mushaf cetakan Indonesia, ayat yang dinilai sebagai akhir setiap tema selalu diberi tanda huruf 'Ain (ع). Tanda ini dikenal dengan istilah tanda ruku', karena di dalam shalat hendaknya seseorang tidak ruku' kecuali telah sampai pada tanda ini.

Permasalahan waqaf dan ibtida memang ijtihadi. Artinya, kadang kita akan menemukan tanda baca yang berbeda antara satu mushaf dengan mushaf yang lainnya. Selama memiliki sandaran ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan, maka satu ijtihad tidak bisa membatalkan ijtihad yang lain.

Permasalahannya adalah apabila kita belum bisa berijtihad sendiri untuk menentukan di mana kita mestinya memulai bacaan dan mengakhirinya. Jangan sampai kemudian kita hanya mengandalkan perasaan atau perkiraan semata, karena setiap amalan mesti di atas landasan ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Lalu, bagi kita yang belum memiliki bekal ilmu dalam permasalahan ini, apa yang mesti dilakukan?

Maka hendaknya kita:

1. Selalu ikuti tanda baca mushaf yang kita sedang kita gunakan. Mushaf yang memiliki tanda waqaf-ibtida secara detail bisa menjadi pilihan.

2. Mengikuti bacaan seorang Qari yang kita yakini kapasitas keilmuannya, misalnya para imam masjidil Haram, masjid Nabawi, atau selainnya.

3. Mempelajari kitab-kitab tafsir, seperti tafsir Ibnu Katsir yang biasa menafsirkan Al-Quran dengan membagi per tema-tema kecil.

4. Mempelajari kitab-kitab ilmu waqaf dan ibtida, seperti: 
▪︎إيضاح الوقف والابتداء لابن الأنباري.
▪︎ القطع والائتناف للنحاس.
▪︎ المكتفى للداني.
▪︎ علل الوقوف للسجاوندي.
▪︎ منار الهدى للأشموني. Dll.

5. Rutin bertalaqqi kepada guru yang mutqin dan memperhatikan permasalahan ini dengan baik, sehingga secara praktik kita bisa tetap terjaga.

Dalam konteks surat Al-Waqi'ah sebagaimana yang kami tampilkan di poster berikut, kami sampaikan cara membaginya dengan pembagian yang paling aman, yakni dengan mengakhirinya pada akhir tema yang disepakati para Ulama. Walaupun di antara ayat yang kami sebutkan, sebagian ulama yang lain menilai telah ada akhir tema yang kita bisa mengakhiri bacaan padanya.

Jadi, kalau kita memulai dari ayat ke-1, maka hendaknya tidak mengakhiri bacaan atau ruku" (apabila di dalam shalat), kecuali sampai pada ayat ke-40. Dan apabila kita ingin melanjutkan bacaan, hendaknya tidak mengakhirinya kecuali sampai pada ke-74. Dan apabila kita ingin melanjutkan bacaan lagi, hendaknya tidak mengakhirinya kecuali sampai pada ayat Ke-96 (ayat terakhir).

Adapun apabila kita ingin memulai bacaan dari awal bacaan, maka kita bisa memulai bacaan, selain dari ayat ke-1, juga dari awal ayat ke-41, atau dar

i awal ayat ke-75. Dan yang paling baik adalah memulainya dari ayat ke-1 dan mengakhirinya pada akhir ayatnya. 

Kami sampaikan kembali bahwa permasalahan waqaf dan ibtida adalah permasalahan ijtihadi, sehingga sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Yang penting bagi kita adalah senantiasa beramal di atas ilmu, bukan sekadar perasaan atau perkiraan belaka.

Wallāhu a'lam.

- Muhammad Laili Al-Fadhli -


Tidak ada komentar:

Posting Komentar